JAKARTA, Narayamedia.com – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanggapi tuntutan publik terkait transparansi dan penghematan anggaran dewan. Namun, dari keputusan rapat pimpinan DPR bersama ketua fraksi pada Kamis (4/9), pemberian uang pensiun bagi anggota DPR tetap diberlakukan.
Dasar hukum kebijakan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Di mana, Pasal 12 ayat (1) menyebutkan, pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhenti dengan hormat berhak memperoleh pensiun. Besarannya ditetapkan berdasarkan lama masa jabatan, dengan ketentuan minimal 6% dan maksimal 75% dari dasar pensiun.
Ketentuan teknis diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Berdasarkan aturan tersebut, pensiun tertinggi yang bisa diterima anggota DPR mencapai Rp3.639.540 per bulan untuk masa jabatan dua periode.
580 Anggota
Anggota yang hanya menjabat satu periode akan memperoleh Rp2.935.704. Sementara, mereka yang hanya duduk di kursi dewan selama 1-6 bulan, menerima Rp401.894 per bulan.
Dengan jumlah anggota DPR periode 2024-2029 mencapai 580 orang, potensi kebutuhan anggaran negara untuk membayar pensiun usai masa jabatan berakhir bisa mencapai Rp20,43 miliar per tahun. Itu bila seluruhnya hanya menjabat satu periode.
Kendati begitu, rapat pimpinan DPR juga memutuskan untuk menghentikan sejumlah fasilitas. Di antaranya tunjangan rumah senilai Rp50 juta per bulan. Selain itu, DPR juga berkomitmen memangkas tunjangan dan fasilitas lain. Seperti biaya listrik, telepon, komunikasi, hingga transportasi.
Meski begitu, kebijakan pemberian pensiun bagi anggota DPR tetap berjalan. Berbeda dengan tuntutan masyarakat pada gerakan 17+8, yang salah satunya meminta penghentian hak pensiun dewan.
Penulis: Wildan Adil Hilba