JAKARTA, Narayamedia – Sidang perdana gugatan perdata sebesar Rp125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berlangsung pada Senin (8/9) pagi. Sidang dimulai pukul 09.00 WIB di ruang Soebekti 2 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan perkara ini bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst diajukan oleh warga sipil bernama Subhan Palal. Subhan menggugat Gibran karena riwayat pendidikan SMA-nya tidak sesuai dengan aturan di Indonesia. Salah satu petitum gugatan menyebutkan jika Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi Rp125 triliun.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum, dikutip Narayamedia, Senin (8/9).
Subhan menjelaskan, ia menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA ini dinilainya tak memenuhi syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
Dari informasi yang diunggah KPU dalam situs infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat. Di antaranya Orchid Park Secondary School Singapore tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia tahun 2004-2007.
Motif Politis
Dalam program televisi, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres. “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” kata Subhan.
Ia mengatakan, KPU tak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri. Diakuinya, walau institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan jika syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.
“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” tambahnya.
Di sisi lain, Subhan membantah motif politis untuk menggugat Gibran dan KPU. Ia mengklaim menggugat Gibran dan KPU memang atas niat sendiri. Justru bukan dorongan orang lain. “Enggak ada yang sponsor, saya maju sendiri,” imbuhnya.
Ia menegaskan, keputusan menggugat Gibran murniingin memperjelas hukum di Indonesia. Menurutnya, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran membayarkan uang ganti rugi ke negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu. (*)